Krisis
Identitas dan Revitalisasi Peran Pemuda
Oleh
Sri Hidayati Mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Krisis identitas merupakan salah satu permasalah
serius yang sedang dihadapai oleh negeri ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) identitas memiliki makna ciri-ciri, keadaan khusus seseorang atau jati diri. Dari pengertian tersebut dapat
diartikan krisis identitas adalah kehilangan jati diri atau ciri khas.
Seperti kita ketahui bangsa Indonesia adalah bangsa
yang terkenal dengan sopan santun dan kearifannya, namun semua itu kini telah
pudar seiring pekembangan zaman. Moral bangsa cenderung terdegradasi dan tidak
siap menerima globalisasi. Inilah krisis identitas yang sedang melanda bangsa
Indonesia.
Degradasi moral bangsa ini memang sangat
memprihatinkan, terutama moral pemuda yang tumbuh di tengah-tengah himpitan
modernisasi. Sangat disayangkan akibat ketidaksiapan pemuda menghadapi modernisasi
dan globalisasi banyak pemuda terjebak dalam krisis identitas. Seiring dengan
pergesaran pola pikir dan paradigma yang cenderung mendewakan materialisme dan
hedonisme, bisa dikatakan pemuda saat ini sudah terjebak dalam lingkaran setan.
Hanya kesenangan dan hura-hura yang menjadi prioritas. Mereka juga mengadopsi
budaya barat tanpa adanya proses filterisasi. Padahal pemuda adalah motor
penggerak kemajuan suatu bangsa. Lantas bagaimana, kalau sudah seperti ini apa
yang dapat diharapkan dari pemuda untuk kemajuan bangsa, jika dibiarkan semua
hanya akan menjadi angan-angan dan mimpi utopis.
Menurut John W. Santrock ternyata tidak semua pemuda
mengalami krisis identitas, ada sekelompok pemuda minoritas yang memasuki masa
muda atau remaja yang sangat kokoh. Fenomena ini disebut identity foreclousure. Pemuda atau remaja yang mengalami identity foreclousure ini tidak terjadi
secara kebetulan, melainkan melalui proses yang berkesinambungan.
Untuk menciptakan pemuda yang berkelas identity foreclousure tentunya perlu
adanya revitalisasi peran pemuda itu sendiri, dan untuk mewujudkannya diperlukan
lingkungan yang mendukung dan kondusif. Karena lingkungan juga menentukan
kepribadian seseorang. Jika seseorang berada pada lingkungan yang baik maka
orang tersebut akan berkepribadian baik begitupun sebaliknya jika tumbuh
dilingkungan yang buruk maka tidak menutup kemungkinan akan berkepribadian
buruk. Selain lingkungan sehari-hari peran orang tua dan institusi pendidikan
juga menjadi faktor yang diperhitungkan. Terutama untuk perkembangan remaja
yang memerlukan orang tua sebagai agent
of control ketika di rumah. Institusi pendidikan pun kini telah menerapkan
pendidikan berbasis karakter, dengan harapan dapat menciptakan pemuda yang
berkarakter baik.
Selain kepribadian dan karakter yang baik menurut
Anies Baswedan pola pikir pemuda juga harus diubah karena zaman sudah berubah
dan cara perjuangannya pun berbeda. Di era modern ini tentunya menuntut
kesiapan pemuda untuk mengahadapi berbagai arus globalisasi yang signifikan.
Semakin ketatnya persaingan dalam ilmu pengetahuan dan juga pekerjaan menuntut
pemuda untuk berinovasi dan terus mengembangkan kemampuannya, agar para pemuda
dapat bersaing tidak hanya dalam kancah nasional tetapi juga internasional.
Ketika moral dan pola pikir pemuda sudah terbentuk,
secara tidak langsung pemuda akan memahami perannya sebagai pemuda yang pantang
meyerah dan terus memperjuangkan kemajuan bangsa. Pemuda seperti inilah yang
akan menjadi penerus estafet kepemimpinan menuju masa depan bangsa yang lebih
baik.
No comments:
Post a Comment