Pages

Monday 12 May 2014

Krisis Identitas dan Revitalisasi Peran Pemuda


Krisis Identitas dan Revitalisasi Peran Pemuda
Oleh Sri Hidayati Mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Krisis identitas merupakan salah satu permasalah serius yang sedang dihadapai oleh negeri ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) identitas memiliki makna ciri-ciri, keadaan khusus seseorang atau  jati diri. Dari pengertian tersebut dapat diartikan krisis identitas adalah kehilangan jati diri atau ciri khas.
Seperti kita ketahui bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan sopan santun dan kearifannya, namun semua itu kini telah pudar seiring pekembangan zaman. Moral bangsa cenderung terdegradasi dan tidak siap menerima globalisasi. Inilah krisis identitas yang sedang melanda bangsa Indonesia.
Degradasi moral bangsa ini memang sangat memprihatinkan, terutama moral pemuda yang tumbuh di tengah-tengah himpitan modernisasi. Sangat disayangkan akibat ketidaksiapan pemuda menghadapi modernisasi dan globalisasi banyak pemuda terjebak dalam krisis identitas. Seiring dengan pergesaran pola pikir dan paradigma yang cenderung mendewakan materialisme dan hedonisme, bisa dikatakan pemuda saat ini sudah terjebak dalam lingkaran setan. Hanya kesenangan dan hura-hura yang menjadi prioritas. Mereka juga mengadopsi budaya barat tanpa adanya proses filterisasi. Padahal pemuda adalah motor penggerak kemajuan suatu bangsa. Lantas bagaimana, kalau sudah seperti ini apa yang dapat diharapkan dari pemuda untuk kemajuan bangsa, jika dibiarkan semua hanya akan menjadi angan-angan dan mimpi utopis.
Menurut John W. Santrock ternyata tidak semua pemuda mengalami krisis identitas, ada sekelompok pemuda minoritas yang memasuki masa muda atau remaja yang sangat kokoh. Fenomena ini disebut identity foreclousure. Pemuda atau remaja yang mengalami identity foreclousure ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan melalui proses yang berkesinambungan.
Untuk menciptakan pemuda yang berkelas identity foreclousure tentunya perlu adanya revitalisasi peran pemuda itu sendiri, dan untuk mewujudkannya diperlukan lingkungan yang mendukung dan kondusif. Karena lingkungan juga menentukan kepribadian seseorang. Jika seseorang berada pada lingkungan yang baik maka orang tersebut akan berkepribadian baik begitupun sebaliknya jika tumbuh dilingkungan yang buruk maka tidak menutup kemungkinan akan berkepribadian buruk. Selain lingkungan sehari-hari peran orang tua dan institusi pendidikan juga menjadi faktor yang diperhitungkan. Terutama untuk perkembangan remaja yang memerlukan orang tua sebagai agent of control ketika di rumah. Institusi pendidikan pun kini telah menerapkan pendidikan berbasis karakter, dengan harapan dapat menciptakan pemuda yang berkarakter baik.
Selain kepribadian dan karakter yang baik menurut Anies Baswedan pola pikir pemuda juga harus diubah karena zaman sudah berubah dan cara perjuangannya pun berbeda. Di era modern ini tentunya menuntut kesiapan pemuda untuk mengahadapi berbagai arus globalisasi yang signifikan. Semakin ketatnya persaingan dalam ilmu pengetahuan dan juga pekerjaan menuntut pemuda untuk berinovasi dan terus mengembangkan kemampuannya, agar para pemuda dapat bersaing tidak hanya dalam kancah nasional tetapi juga internasional.
Ketika moral dan pola pikir pemuda sudah terbentuk, secara tidak langsung pemuda akan memahami perannya sebagai pemuda yang pantang meyerah dan terus memperjuangkan kemajuan bangsa. Pemuda seperti inilah yang akan menjadi penerus estafet kepemimpinan menuju masa depan bangsa yang lebih baik.