Menyoal
Kenaikan Harga Gas
Oleh
Sri Hidayati mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Menyoal
kenaikan harga gas yang melambung tinggi maka tidak akan lepas dari
kontroversi. Mulai dari berbagai dugaan drama politik menjelang pemilu 2014,
pencitraan pemerintah dan juga kepentingan perseorangan. Namun apapun itu, yang
terpenting bagi masyarakat Indonesia adalah bagaimana dapat memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari. Di Indonesia sendiri kebutuhan akan gas elpiji menjadi
kebutuhan pokok rumah tangga masyarakat Indonesia semenjak pemerintah
mengkonversi penggunaan minyak tanah ke gas elpiji.
Pertamina
merupakan salah satu persero yang sahamnya di miliki oleh Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), sehingga dapat dipastikan setiap keputusan perseroan merupakan
keputusan pemerintah juga. Belum lama ini, tepatnya 1 Januari 2014 masyarakat
Indonesia tak terkecuali presiden di kejutkan dengan keputusan PT. Pertamina sehubungan
dengan kenaikan harga gas elpiji ukuran 12 kg sebesar 67 %. Harga gas elpiji 12
kg yang tadinya Rp 70.200/ tabung
menjadi 117.708/tabung. Namun setelah adanya intervensi presiden, Pertamina
menurunkan harga gas elpiji 12 kg menjadi Rp 82.200 atau hanya naik Rp 1000/kg
dari sebelumnya. Kenaikan tersebut berlaku mulai 7 Januari 2014.
Salah satu faktor yang menyebabkan
PT. Pertamina menaikkan harga gas elpiji 12 kg adalah karena gas elpiji 12 kg
bukanlah gas bersubsidi. Meskipun gas elpiji 12 kg bukanlah gas bersubsidi,
namun kenyataannya masyarakat dengan perekonomian menengah kebawah disinyalir banyak
yang menggunakan gas elpiji 12 kg tersebut.
Akibat
kenaikan harga gas elpiji 12 kg perekonomian masyarakat Indonesia mengalami guncangan
yang kedua kalinya setelah sebelumnya ada kenaikan harga BBM. Maka wajar jika
kenaikan harga gas elpiji ini memicu banyak protes, terutama di kalangan
pengecer dan konsumen tingakat ekonomi menengah kebawah. Mereka merasa berat
dengan kenaikan harga gas elpiji karena hal ini akan berdampak dengan kenaikan
kebutuhan pokok lainnya. Apabila berkaca dari dampak yang ditimbulkan akibat
kenaikan harga gas, seharusnya pemerintah dalam memutuskan kebijakan
meninmbangnya secara lebih matang agar tidak ada pihak yang dirugikan. Karena
setiap keputusan pemerintah adalah untuk kemaslahatan rakyat Indonesia.
BUMN
merupakan lembaga yang dipegang oleh
lembaga eksekutif. Sebagai lembaga legislatif, DPR berwenang mengawasi lembaga
eksekutif yaitu Presiden atau wakil Presiden dan juga mentri – mentrinya. DPR
sebagai lembaga perwakilan rakyat harus ikut turun tangan dalam mengontrol
setiap kebijakan yang dikeluarkan BUMN. Sebagai DPR, DPR lah yang paling tahu
apa yang di butuhkan oleh rakyat, karena semua aspirasi rakyat ditampung oleh
DPR. Dan sebaiknya mentri BUMN melakukan koordinasi dengan DPR sebelum
mengambil keputusan yang berhubungan dengan kepentingan rakyat, agar keputusan
yang diambil sesuai dengan kondisi dan kebutuhan rakyat Indonesia.