Pages

Saturday 7 September 2013

PPKn



PEMILU DAN PARTAI POLITIK DALAM SISTEM DEMOKRASI INDONESIA
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah PPKn
Dosen Pengampu: Novella Parchiano, M.Hum.
 

Disusun Oleh:
1.      Sri Hidayati                            (12690001)
2.      Atik Sukatmiyati                    (11690034)
3.      Alif Nuri                                 (12690020)
4.      Ardian Agus Permana          (12690021)



JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2012/ 2013


KATA PENGANTAR
            Puji syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu, penyusun juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik iman maupun islam.
            Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang merupakan tugas mata kuliah PPKn . Penyusun sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah PPKn  yaitu bapak Novella Parchiano, M.Hum. dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
            Penyusun menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur penyusunannya, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran positif  untuk perbaikan di kemudian hari.
            Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan khususnya bagi penyusun sendiri. Amin.


Yogyakarta , 20 April 2013

Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bangsa Indonesia betul-betul mendambakan terwujudnya suatu Pemilu yang lebih berkualitas di masa mendatang, baik dilihat dari prosesnya, maupun dari segi hasilnya. Pemilu dapat  dikatakan berkuaitas dilihat dari segi prosesnya, apabila pemilu tersebut berlangsung secara demokratis, jujur dan adil, serta berjalan dengan aman, tertib dan lancer. Sedangkan apabila dilihat dari segi hasilnya, suatu  pemilu dapat  dikatakan berkualitas apabila pemilu tersebut dapat menghasilkan wakil-wakil rakyat atau pemimpin Negara yang mampu mensejahterakan masyarakat, disamping mampu meningkatkan harkat dan martabat bangsa di masyarakat internasional.
Berbicara masalah pemilu, tentu tidak akan lepas dari partai politik. Partai politik merupakan salah satu sarana atau kendaraan untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu. Di satu sisi, banyaknya jumlah partai politik peserta pemilu dalam proses demokrasi di Indonesia merupakan suatu bentuk konsenkuensi logis dari penerapan sistem demokrasi secara konsisten, namun di sisi lain banyaknya jumlah partai politik tidak otomatis membuat kualitas pelaksanaan sistem demokrasi menjadi lebih baik, bahkan cenderung menjadi semakin buruk.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui sistem pemilu di Indonesia dan aspek-aspeknya.
2.      Mengetahui tentang partai politik dan macam-macamnya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PEMILU DI INDONESIA
1.      Pengertian Pemilu
Menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara umum Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, dimana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat baik di tingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif  atau kepala pemerintahan seperti Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota.

2.      Sistem Pemilu
Di dunia ini, dikenal 2 sistem pemilu yang digunakan untuk menempatkan wakil dari masyarakat ke pemerintahan, yaitu sistem distrik dan proporsional. Untuk pengertian dari masing-masing sistem di atas akan diuraikan di bawah ini.
a.       Sistem Distrik
Sistem  Distrik adalah sistem pemilu yang didasarkan pada kesatuan geografis, yang disebut Distrik. Dalam sistem distrik, jumlah penduduk di suatu wilayah akan sangat berpengaruh terhadap wakilnya. Karena di sistem distrik, daerah pemilihannya berbasis pada jumlah penduduk. Lalu dalam sistem ini pula, daerah pemilihannya cenderung kecil karena hanya berupa distrik. Sehingga jumlah daerah pemilihan akan sangat banyak, terutama jika sistem ini diterapkan di negara yang wilayahnya sangat luas. Lalu seorang caleg yang akan mewakili daerahnya haruslah berasal dan berdomisili di daerah pemilihan tersebut. Jika ada caleg yang berasal dari luar daerah akan cukup sulit untuk mendapat suara, karena masyarakat kurang mengenalnya. Jadi seorang caleg haruslah memiliki kualitas dan tingkat kepopuleran yang cukup tinggi di masyarakat.
Caleg juga haruslah diajukan oleh pemilih, baik melalui partai atau tanpa partai (independen). Jika seorang caleg terpilih, maka ia harus bertanggung jawab kepada rakyatnya baik secara langsung maupun melalui partai. Partai-partai kecil juga lebih dirugikan, karena suara pihak yang kalah tidak dihitung dan tidak memunkinkan terjadinya koalisi. Yang terakhir, dalam sistem distrik cenderung mengarah pada sistem desentralisasi karena wakilnya sangat loyal kepada partai maupun pemilihnya sehingga menimbulkan keterbukaan pertanggungjawaban wakil kepada daerah yang diwakili.

b.      Sistem Pemilihan Berimbang
Sistem Pemilihan Berimbang adalah sistem dimana jumlah kursi yang diperoleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilu. Sistem proporsional ada beberapa sistem yang merupakan kebalikan dari sistem distrik. Dalam sistem proporsional jumlah penduduk di suatu wilayah tidak berpengaruh terhadap jumlah wakilnya di pemerintahan. Daerah pemilihan juga cukup luas (setara propinsi di Indonesia) sehingga membuat jumlah daerah pemilihan tidak sebanyak pada sistem distrik. Caleg yang akan maju menurut sistem proporsional ini tidaklah harus berasal dari daerah pemilihan, melainkan dapat berasal dari daerah lain.
Jika dalam sistem distrik seorang caleg dapat maju secara independen, maka dalam sistem proporsional caleg harus diajukan oleh partai dan jika terpilih maka caleg memiliki pertanggungjawaban pada partai yang mengusungnya. Partai-partai kecil akan sangat senang jika sistem proporsional diterapkan karena mereka tidak akan dirugikan sebab suara semua partai akan tetap dihitung dan bisa berharap mendapat kursi di legislatif. Hal ini membuat peluang untuk menjalankan pemerintahan koalisi sangatlah terbuka karena partai-partai kecil biasanya akan berkoalisi dengan partai pemenang pemilu. Di sistem proporsional ini lebih mengarah pada pemerintahan sentralistik karena para caleg lebih loyal kepada partai yang mengusungnya. Akibatnya pertanggungjawaban politik kurang ditekankan.

3.      Tujuan dan Fungsi Pemilu
Fungsi pemilihan umum yang pokok adalah sebagai berikut.
a.       Pemilihan umum adalah sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara sesuai dengan pilihan agar aspirasinya dapat tersalur melalui wakilnya yang terpilih.
b.      Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat dalam suatu negara.
c.       Pemilihan umum berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan pemerintahan yang demokratis karena melalui Pemilu rakyat dapat memilih para wakilnya secara langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Selain fungsi di atas, pemilihan umum juga memiliki tujuan, antara lain:
a.       Memilih anggota-anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II.
b.      Menyalurkan aspirasi rakyat melalui wakilnya secara konstitusional.
c.       Membentuk susunan keanggotaan MPR.
Adapun tujuan Pemilu menurut UU No. 12 tahun 2003 tentang pemilu: Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
4.      Asas-Asas Pemilu
a.       Langsung : Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b.      Umum : Pemilu yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
c.       Bebas : Setiap warga negara berhak memilih bebas dan menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
d.      Rahasia : Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
e.       Jujur : Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai peraturan UU.
f.       Adil : Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilu dan peserta pemilu diperlakukan sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.







5.      Pemilu di Indonesia
Pemilu ke-
Dasar Hukum
Pelaksanaan
Tujuan
1
UU No. 7 Tahun 1953
29 September 1955
15 Desember 1955
Memilih Anggota DPR,Memilih Anggota Konstituante
2
UU No. 15 Tahun 1969
3 Juli 1971
Memilih anggota DPR, DPRD 1, DPRD II
3
UU No. 4 Tahun 1975
2 Mei 1977
Memilih anggota DPR, DPRD 1, DPRD II
4
UU No. 2 Tahun 1980
2 Mei 1982
Memilih anggota DPR, DPRD 1, DPRD II
5
UU No. 1 Tahun 1985
23 April 1987
Memilih anggota DPR, DPRD 1, DPRD II
6
UU No. 1 Tahun 1985
9 Juni 1992
Memilih anggota DPR, DPRD 1, DPRD II
7
UU No. 1 Tahun 1985
Mei 1997
Memilih anggota DPR, DPRD 1, DPRD II
8
UU No. 3 Tahun 1999
7 Juni 1999
Memilih anggota DPR, DPRD 1, DPRD II
9
UU No. 12 Tahun 2003
UU No. 23 Tahun 2003
5 April 2004
3 Juli 2004 putaran 1
20 September putaran ke-2
Memilih anggota DPR, DPRD, DPD
Memilih Presiden dan Wakil Presiden
10
UU No.17 Tahun 2009
UU No. 42 Tahun 2008
8 April 2009
8 Juli 2009
Memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, kab/ kota
Memilih Presiden dan Wakil Presiden

B. PARTAI POLITIK
1.      Pengertian Partai Politik
Menurut Carl Fredirch, partai politik adalah kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasa-an itu akan memberikan kegunaan materiil dan idiil kepada anggotanya.
Menurut UU No. 31 Tahun 2002, partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.
Jadi partai politik merupakan kelompok yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan motivasi oleh ideologi tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilu.

2.      Macam - Macam Parpol
a.       Partai Kader
Partai kader adalah suatu partai yang mengandalkan kualitas anggota, ketaatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotaan dalam partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai yang konsisten dan tanpa pandang bulu. Struktur organisasi partai ini sangat hierarkis sehingga jalur perintah dan tanggung jawab sangat jelas. Karena sifatnya yang demikian, partai kader acap kali disebut sebagai partai yang elitis.
b.      Partai Masa
Partai masa, mengutip buku “Memahami Ilmu Politik” karangan Ramlan Surbakti, merupakan suatu partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi berbagai kelompok dalam masyarakat, sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan dan kesatuan nasional dapat dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat dimobilisasi untuk mendukung kebijakan tertentu.
c.       Partai Tengah
Tipe partai tengah adalah sebutan bagi gabungan partai kader dan partai massa, berkembang antara lain di Eropa. Dalam partai semacam ini, partai tetap mengembangkan sistem pengaderan, tetapi di sisi lain juga mengembangkan pola massa.
Banyak partai akhirnya merujuk pada pilihan ketiga, yaitu gabungan partai kader dan partai massa. Hal itu pastinya terkait dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia dan mereka yang memiliki hak pilih. Menjadi partai kader saja identik dengan pemilih yang minim, sementara menjadi partai massa seringkali dikaitkan dengan ketiadaan identitas ideologis dan fokus perjuangan.

3.      Sistem Partai
a.       Sistem Partai Tunggal
          Sistem partai tunggal adalah suatu monster, karena ia berfungsi bertentangan dengan hakikatnya. Seharusnya ia melayani masyarakat dengan fungsinya seperti rekruitmen, kontrol sosial dan peredaran elit, tetapi dia tidak bersaing dengan partai yang lain dengan mencari dukungan rakyat, melainkan menjadi alat penguasa untuk melestarikan kekuasaannya dan mengejar pembangkang.
b.      Sistem Dua Partai
          Dalam sistem dua partai, terdapat dua partai yang bersaing kuat, dan dari waktu ke waktu bertukar tempat dalam pimpinan negara. Ini tanpa melarang “partai ketiga” dan partai kecil lainnya, yang biasanya gagal, tetapi kadang – kadang ide mereka diambil alih oleh salah satu partai besar dan dilaksanakan oleh partai besar tersebut.
c.        Sistem Multi Partai
Sistem ini biasanya memakai sistem pemilu berimbang (proporsional) dimana hampir pasti pemerintah harus merupakan koalisi partai – partai, karena jarang sekali satu partai mendapat mayoritas mutlak dengan sistem pemilu berimbang.

4.      Tujuan Parpol
a. Tujuan Umum :
1)      Mewujudkan cita-cita Nasional bangsa   Indonesia.
2)      Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI.
3)      Mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat   Indonesia.

b.      Tujuan Khusus :
Mewujudkan cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5.      Asas Parpol
a.     Asas parpol tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945.
b.    Setiap parpol dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD NKRI tahun 1945.

6.      Fungsi Parpol
Partai politik berfungsi sebagai sarana :
a.       Agar menjadi warga negara RI yang sadar akan hak dan kewajibanya.
b.      Penciptaan iklim yang kondusif dan program konkrit sebagai perekat persatuan dan kesatuan.
c.       Penyerap,penghimpun,dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional .
d.      Partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, dimana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat baik di tingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif  atau kepala pemerintahan seperti Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Sedangkan partai politik merupakan kelompok yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan motivasi oleh ideologi tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilu.
Pemilu dan parpol memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika kita bicara masalah pemilu, mau tidak mau kita harus membicarakan masalah  partai politik juga.

B.     Kritik dan Saran
Tentunya makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali. 2008. Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas. Jakarta : PT
 Raja Grafindo Persada
Laboratorium Ilmu Politik Fisip UI. 1998. Evaluasi Pemilu Orde Baru. Bandung :
 Mizan
Fauzan, dkk. 1999. Pendulang Suara. Yogyakarta : LKiS
Najib, Muhammad. 2005. Pemilu 2004 dan Eksperimentasi Demokrasi.
Yogyakarta : KPU DIY


No comments:

Post a Comment